Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Metro memiliki komitmen kuat untuk turut serta dalam menangani persoalan sosial yang kompleks, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satu pendekatan yang sangat penting dalam proses pemulihan korban adalah konseling untuk korban kekerasan dalam rumah tangga, sebuah intervensi yang berfokus pada penyembuhan trauma, pemulihan harga diri, dan pembentukan masa depan yang aman dan bermakna. Memahami Dampak Keke...

Program Studi Magister Bimbingan dan Konseling Universitas Muhammadiyah Metro memiliki komitmen kuat untuk turut serta dalam menangani persoalan sosial yang kompleks, termasuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satu pendekatan yang sangat penting dalam proses pemulihan korban adalah konseling untuk korban kekerasan dalam rumah tangga, sebuah intervensi yang berfokus pada penyembuhan trauma, pemulihan harga diri, dan pembentukan masa depan yang aman dan bermakna.


Memahami Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya meninggalkan luka fisik, tetapi juga luka batin yang mendalam. Korban sering kali mengalami:

  • Trauma emosional berkepanjangan

  • Rasa takut, cemas, dan rendah diri

  • Gangguan tidur dan konsentrasi

  • Kesulitan membangun hubungan yang sehat

  • Isolasi sosial dan ketergantungan emosional atau ekonomi

Kondisi ini bisa memburuk jika korban tidak mendapatkan dukungan psikologis yang memadai.


Tujuan Konseling bagi Korban KDRT

Konseling memiliki peran strategis untuk:

  • Memberikan ruang aman bagi korban untuk berbicara dan didengar

  • Membantu korban memahami bahwa kekerasan bukan kesalahan mereka

  • Menguatkan kembali rasa percaya diri dan kemampuan membuat keputusan

  • Membantu korban merencanakan masa depan yang aman dan mandiri

  • Menyusun strategi perlindungan dan jaringan dukungan sosial


Tahapan Konseling bagi Korban KDRT

1. Membangun Kepercayaan dan Rasa Aman

Sesi awal fokus pada menciptakan relasi konseling yang aman, tanpa tekanan. Konselor harus hadir secara empatik, tidak menghakimi, dan menunjukkan penerimaan total.

2. Validasi Emosi dan Pengalaman

Korban sering kali mengalami keraguan akan perasaannya. Konselor perlu mengafirmasi bahwa emosi seperti marah, takut, atau kecewa adalah normal dan sah.

3. Mengidentifikasi Pola Kekerasan

Konselor membantu korban memahami bentuk-bentuk kekerasan (fisik, verbal, emosional, finansial) dan bagaimana pola itu terbentuk agar korban bisa melihat realitas dengan lebih jernih.

4. Pemulihan Diri dan Penguatan Mental

Melalui self-healing, latihan pernapasan, afirmasi positif, serta teknik grounding, korban diajak untuk menyembuhkan luka batinnya secara bertahap.

5. Perencanaan Masa Depan

Konselor mendampingi korban menyusun rencana ke depan: tempat tinggal, pendidikan anak, pekerjaan, hingga akses bantuan hukum atau perlindungan sosial.


Prinsip Penting dalam Konseling Korban KDRT

  • Kerahasiaan: Semua informasi korban dijaga dengan ketat kecuali jika korban berada dalam bahaya serius.

  • Empati, bukan Simpati: Konselor hadir sebagai pendengar aktif, bukan penyelamat.

  • Menghindari Blaming: Korban tidak boleh disalahkan atas kekerasan yang dialaminya.

  • Pemberdayaan, bukan Pemaksaan: Konselor membantu korban membuat keputusan sendiri, bukan mengambil alih kendali hidupnya.


Peran Sekolah, Masyarakat, dan Lembaga Sosial

Guru BK di sekolah, komunitas, dan lembaga sosial perlu bersinergi dalam:

  • Mendeteksi kasus KDRT pada siswa atau orang tua siswa

  • Menyediakan informasi tentang lembaga rujukan (psikolog, LBH, shelter)

  • Menggelar edukasi tentang relasi sehat dan kekerasan domestik


Layanan dan Rujukan untuk Konseling KDRT di Indonesia

Beberapa layanan yang dapat diakses korban:

  • P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak)

  • LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum untuk perempuan korban kekerasan)

  • SAFEnet untuk konsultasi digital dan pendampingan

  • Dinas Sosial dan Lembaga Perlindungan Anak


Kesimpulan

Konseling untuk korban kekerasan dalam rumah tangga adalah proses pemulihan yang membutuhkan empati, kesabaran, dan pendekatan profesional. Setiap korban berhak untuk mendapatkan kehidupan yang aman dan bermartabat. Tugas konselor adalah hadir sebagai pendamping yang membebaskan, bukan menyalahkan atau mendikte. Melalui konseling, korban belajar bahwa luka bisa sembuh, dan masa depan bisa dibangun ulang—dengan kekuatan yang berasal dari dalam dirinya sendiri.